.jpg)
Globalisasi
kini telah menjadi bagian dari masyarakat dunia. Laju arus globalisasi kian
deras dan sarat berbagai nilai-nilai yang berdampak secara positif maupun
negatif bagi umat manusia. Globalisasi yang selalu diidentikan dengan
modernisme telah dianggap menjadi sebuah keniscayaan pandangan hidup atau world
view yang ideal bagi peradaban manusia. Peradaban yang dimaksud adalah
peradaban yang scientific yang didukung oleh kecanggihan teknologi
informasi. Perlu diakui bahwa modernisme telah memberikan kontribusi positif
terhadap perkembangan dunia. Misalnya, adanya pesawat terbang yang memperpendek
jarak, handphone yang mempu memberikan kemudahan komunikasi dan berbagai
manfaat lainnya. Akan tetapi dibalik sisi positifnya, globalisasi atau
modernisme telah membawa peradaban umat manusia kedalam kehancuran yang nyata
terutama kehancuran moralitas (akhlak). Hal ini dapat terlihat pada kenyataan
kekinian, sebagian besar remaja di negeri ini hampir kehilangan identitas diri.
Proses pencarian jati diri tanpa dibentuk basic pendidikan yang matang telah melahirkan
kerapuhan iman dan akhlak. Kondisi demikian membuat para remaja menjadi lemah
dalam menghadapi derasnya arus globalisasi yang sarat dengan budaya-budaya
barat yang menghinakan. Bangsa dan Negara kita yang memiliki nilai-nilai budaya
yang bermoral dan akhlaki kini bagaikan jaring laba-laba yang diterpa hujan.
Kearifan local budaya bangsa telah mengalami pergesaran nilai yang cukup jauh.
tingkat kesadaran terhadap budaya sangat rendah, oleh karena itu jangan heran
bila bangsa ini mudah dijajajah, diintervensi dan dikuasai.
Salah
satu intervensi globalisasi yang sangat jelas adalah gaya hidup (style life)
yang kebaratan (western). Dari makanan
hingga cara berhias berkiblat pada barat. Tubuh-tubuh yang seharusnya
menjadi salah satu cermin bagi jati diri seseorang telah terintervensi oleh
pola hidup yang tidak sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasulnya. Dintara intervensi
tersebut adalah:
Rambut
Rambut
adalah Mahkota bagi setiap orang, terutama bagi wanita. Rambut yang seharusnya
dirawat dan dipelihara sesuai dengan tuntunan
Illahy sebagaimana dicontohkan oleh Rasul kini telah mengalami perubahan
mode. Ada sebagian kaum Adam yang menggunduli sisi kiri dan kanan rambutnya
sedangkan bagian tengah di biarkan panjang (rocker), sedangkan kaum hawa
memotong rambutnya hingga diatas bahu menyerupai pria, sebagian lagi diwarnain
(pirang) permanent, dibuat jabrik alias semrawut. Padahal
model-model demikian sangat dilarang oleh Rasul.
Wajah
(muka)
Wajah merupakan bagian tubuh yang
paling dominan dilihat/dipandang. Tergiur dengan asumsi keliru bahwa cantik
identik dengan putih, maka sebagian wanita bahkan pria relah menggunakan
obat-obat kimia untuk membantu memutihkan wajahnya. Alih-alih ingin putih
justru yang terjadi sebaliknya. Kulit wajah yang sensitive terhadap bahan-bahan
kimia menjadi ancaman berupa kanker bagi kulit.
Mata,
Alis dan Kening
Ketiga bagian tubuh ini saling
berdekatan dan saling mempengaruhi keindahan antara satu dengan lainnya.
Modernism yang buta membutakan pikiran sebagian wanita dan laki-laki (waria).
Mereka mencoba memperindah pandangan orang terhadap mata mereka dengan memakai
alis mata palsu dan rela mencukur bahkan mencabut kening kemudian diukir dengan
kening buatan (dilukis). Padahal Allah dan Rasul melaknat orang yang mencukur
kening. Sementara sebagian lainnya (pria dan wanita) memasang anting di selaput
kulit kening.
Hidung.
Bagian tubuh ini pun tak luput dari
bias intervensi. Seolah tidak mau kalah dari sapi atau kerbau. Sebagian anak
manusia pun menggunakan melubangi bagian tertentu dihidungnya kemudian dipasang
anting. Maudzubillah mindzalik!
Lidah.
Lidah tak bertulang, begitulah kata
pepatah dalam menggambarkan bahayannya bagian tubuh yang satu ini. Walaupun
berbahaya saat mengucapkan kata-kata ternyata kulit lidah memiliki sensitivitas
ketika terjadi luka, misalnya ketika kita makan dan tidak sengaja gigi kita
menggigit lidah kita, maka rasa sakitnya sungguh terasa atau saat sariawan
makanan yang enak pun tak terasa enak lagi saat dikunyah. Hal ini membuktikan
kalau lidah kita memiliki sensitivitas. Namun sebagian orang yang telah
terjebak dengan mode yang sesat rela memasang anting di lidah mereka. Adanya
anting yang terpasang sangat memungkinkan terjadinya luka pada kulit lidah dan
hal ini dapat berakibat fatal pada kesehatan kulit lidah.
Telinga.
Anting-anting
(subang) adalah perhiasan yang identik dengan telinga dan wanita, namun dalam
perkembangan zaman kaum pria pun seolah tidak mau kalah dengan wanita.
Anting-anting tak menjadi identitas tersendiri bagi kaum hawa.
Badan
hingga ujung kaki
Badan merupakan salah bagian tubuh
yang paling rentan terintervensi. Terutama kaum hawa. Olehnya itu, Rasulullah
menganjurkan untuk menghijabinya, akan tetapi pengaruh modernisme menelanjangi
semuanya. Pakaian yang seharusnya menjadi substansi bagi penutup aurat kini
hanya sekedar symbol style belaka. busana yang seharusnya panjang dan menutupi
kini di perkecil, maka tak heran jika bagian tubuh yang sensitive seperti pusar
dan payu dara tidak malu dieksploitasi untuk mengejar suatu hasil nisbi,
seperti materi dan keinginan sementara. Demikian pula celana yang digunakan
sangat monoton dan vulgar. Trend celana panths (pendek) kini menjadi
kebanggan kaum hawa (muslimah). Aurat yang terbuka tidak dihiraukan, ada pula
celana pensil yang sangat jelas menggambarkan lekukan-lekukan tubuh ……
sedangkan sebagian kaum Adam mengenakan celana yang bolong-bolong yang katanya
lagi ngetrend, padahal bolong-bolongnya terkadang memperlihatkan aurat.
Selain itu pada bagian tubuh seperti, tangan, badan, paha, daerah sekitar pusar
dan bagian tubuh vital lainnya di Tatto padahal Rasulullah mengancam hal
tersebut. Naudzubillah min dzalik!
Itulah salah satu bentuk intervensi
atau penjajahan terhadap budaya kita. Melalui globalisasi yang beranakan
modernisme telah mampu melenakan akal dan hati manusia kedalam kehampaan dan
kegelapan. Sebagai muslim yang baik, seharusnya bangga menjadi dirinya sendiri
diatas landasan Al Qur’an dan Sunnah sebagaimana yang dicontohkan oleh para
ulama salafusshalih. Bukan menjadi sapi yang dicocokan hidungnya yang mudah
ditarik ke kiri dan ke kanan. Be your
self and do it your self .
Oleh" Rushdie Kasman
(dimuat di Majalah Sabili)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar